Wewehan dalam Perspektif Modifikasi Budaya

 Oleh: M. Lukluk Atsmara Anjaina

Foto: Tradisi Wewehan di Brangsong, Kendal


Datangnya bulan Rabiul Awal menjadi bulan yang ditunggu-tunggu bagi sebagian masyarakat. Sebab, tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal Baginda Nabi Muhammad SAW, Kekasih Allah SWT dilahirkan di muka bumi. Kaum muslimin dari seluruh penjuru ikut berbahagia dengan kelahiran Rasul Allah. Bintang-bintang ikut bersinar terang, langit-langit bersih dan indah.

Kebahagiaan akan lahirnya Baginda Nabi Muhammad SAW tidak hanya dirasakan oleh umat yang hidup di zaman Nabi, tetapi umat umat setelahnya sampai sekarang masih ikut merasakan kebahagiaannya. Lahirnya menjadi momentum yang paling bersejarah bagi seluruh muka bumi.

Di zaman sekarang ini, Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW selalu diperingati oleh seluruh kaum muslimin dari seluruh dunia. Namun, cara merayakan, meneladani dan membuktikan rasa cintanya dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Seperti Grebeg Mulud, Bungo Lado di Padang Pariaman - Sumbar, Muludhen di Madura – Jawa Timur, Kirab Ampyang di Kudus – Jawa Tengah dan lain sebagainya.

Berbeda dengan daerah daerah lain di Indonesia, Kabupaten Kendal tepatnya di Kecamatan Kaliwungu dan sekiatarnya memiliki cara tersendiri untuk merayakan dan memeriahkan Maulid Nabi atau Kelahiran Nabi yaitu Tradisi Wewehan. Tradisi Wewehan diyakini oleh sebagian masyarakat Kaliwungu terjadi sudah sejak zaman penyebaran agama Islam di daerah Kaliwungu. Dan berlangsung sampai sekarang. Tradisi ini merupakan sebuah ritual kebudayaan yang terbilang unik.

Wewehan berasal dari Bahasa Jawa, Weneh atau Aweh yang artinya memberi. Wehwehan yang kemudian menjadi Wewehan merupakan kata ulang yang berarti saling. Sehingga timbul makna Wewehan berarti Saling memberi atau tukar menukar. Yaitu menukar jajanan yang telah dibawa dengan jajanan yang telah dipersiapkan oleh yang diberi. Masyarakat Kaliwungu umumnya membuat jajanan untuk melaksanakan tradisi ini.

Namun seiring perkembangan zaman, Budaya atau Tradisi Wewehan sedikit mengalami perubahan dari beberapa aspek pelaksanaannya, beberapa perubahan ini tentunya dipengaruhi oleh Globalisasi dan Modernisasi. Perspektif Modifikasi Budaya Wewehan dapat dikelompokkan menjadi 3: Pertama, Sebelum Perubahan. Kedua, Proses Perubahan. Ketiga, Setelah Perubahan.


Wewehan Sebelum Terjadi Perubahan

Pada Zaman dulu, Masyarakat di Kaliwungu selalu menyibukkan diri dengan menyiapkan jajanan atau hidangan untuk menyambut datangnya bulan mulud. Tradisi Wewehan yang dilaksanakan setiap Hari Jum’at pertama di bulan Safar sampai jatuh tempo tanggal 12 Mulud sebagai penutupan Wewehan.

Pelaksanaan pada zaman dulu jajanan yang di buat adalah jajanan tradisional yang kental dengan sejarah dan filosofi. Biasanya yang paling banyak dibuat masyarakat adalah Sumpil dan Ketan Abang Ijo. Kedua jajanan ini merupakan dua diantara jajanan tradisional masyarakat Kaliwungu. Sumpil dan Ketan Abang Ijo dijadikan menu utama Wewehan tidak terlepas dari keyakinan masyarakat mengenai filosofi yang terdapat di dua makanan ini.

Sumpil merupakan jajanan tradisional khas kaliwungu yang dibuat dengan cara membungkus beras dengan daun bambu dan berbentuk segitiga kemudian memasak sumpil layaknya memasak lontong dan ketupat. Biasanya untuk memakan sumpil dengan sambal kelapa. Sumpil ini memiliki makna filosofi tersendiri. Yaitu bentuknya yang segitiga memiliki tiga sudut melambangkan iman, islam, dan ihsan yang memiliki makna yang saling berkaitan.

Iman yaitu keyakinan dan kepercayaan dalam hati atau dapat berarti keteguhan hati dan batin. Islam yaitu penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan atau islam sebagai suatu kepercayaan atau agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman kitab Suci Al-Qur’an (KBBI V). Kemudian Ihsan berasal dari kata hasana yang berarti berbuat baik. Dalam menjalankan perintah dan kewajiban kita perlu mengetahui ketiga hal tersebut. Kegita hal tersebut saling berkaitan dalam pedoman melaksanakan syari’at islam.

Ada juga kepercayaan masyarakat Kaliwungu bahwa Sumpil memiliki filosofi, bahwa ketika diposisikan berdiri otomatis terdapat satu sudut yang berada di atas. Hal ini dapat diartikan sebagai perwujudan Hablu Minallah (Hubungan kepada Allah) dan sudut yang lainnya berada di bawah kanan dan kiri yang merupakan perwujudan dari Hablu Minannas (Hubungan Antarmanusia).

Ketan Abang Ijo merupakan salah satu jajanan yang paling ramai di zaman dulu. Ketan Abang Ijo memiliki filosofi yang gemerlap. Dimana merupakan simbol ketika lahirnya Nabi Muhammad SAW bintang-bintang bercahaya warna-warni. Ketan Abang Ijo merupakan gambaran ketika kelahiran Nabi Muhammad SAW yang begitu ramai dan berkelap-kelip bintang.

Disamping itu, filosofi Ketan Abang Ijo diperkuat dengan Tradisi Teng-Tengan atau hiasan lampion di rumah-rumah berbentuk bintang dan sebagianya yang di buat dari sebilah bambu dan di tutup kertas warna-warni dan didalamnya di beri lampu.

 

Proses Berubahnya Wewehan

Seiring berkembangnya zaman, wewehan semakin terlihat akan perubahan tradisi dari awal munculnya hingga sekarang. Perubahan Tradisi ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti, globalisasi dan modernisasi. Globalisasi menyebabkan masyarakat terpengaruh oleh kebudayaan baru dari orang-orang barat. Sehingga masyarakat cenderung sedikit meninggalkan tradisi dan budayanya dan lebih memilih untuk sekadar merayakan belaka tanpa ada keinginan untuk mempertahankan sepenuhnya.

Dengan Modernisasi, masyarakat beradaptasi dengan masyarakat yang berorientasi dengan sesuatu yang berbau praktis dan efisien. Dari perspektif orang modern itu, masyarakat menganggap pelaksanaan tradisi wewehan dengan membuat jajanan tradisional dianggap tidak efektif, praktis, efisien dan hemat. Menjadikan masyarakat yang dulunya berbondong-bondong untuk membuat jajanan tradisional kini hanya tersisa semangat untuk merayakan tanpa adanya semangat untuk membuat jajanan tradisional.

Di lain sisi, munculnya jajanan yang lebih modern dan lebih hits di kalangan remaja dan anak-anak cenderung menjadikan masyarakat kaliwungu berpikir praktis untuk membuat jajanan yang lebih mudah dan diminati banyak kalangan. Sehingga jajanan tradisional semacam Sumpil dan Ketan Abang Ijo ditinggalkan begitu saja.

 

Wewehan Setelah Terjadi Perubahan

Dengan masuknya globalisasi menyebabkan tradisi wewehan kini semakin modern. Upaya yang dilakukan sebagian masyarakat Kaliwungu untuk tetap mempertahankan budaya dan tradisi wewehan dengan memodifikasi beberapa pelaksanaan tak lain adalah supaya generasi penerus tetap mencintai tradisi dan budaya warisan leluhur.

Dengan memodifikasi jajanan tradisional menjadi jajanan yang lebih modern merupakan langkah yang tepat untuk mengenalkan kepada generasi muda akan budaya. Upaya memodifikasi walaupun sedikit menghapus makna dan filosofi dari wewehan. Namun, yang terjadi di masyarakat belum sepenuhnya dilakukan masyarakat. Sebagian masyarakat masih ada yang mempertahankan sumpil dan ketan abang ijo sebagai jajanan tambahan.

Saat ini, masyarakat banyak yang menjadikan makanan modern seperti Sempolan, Mie Lidi, Martabak dan makanan makanan siap saji lainnya. Selain lebih praktis, juga sebagai modernisasi terhadap tradisi wewehan agar tidak hilang sampai generasi berikutnya dan berikutnya lagi.

 

Modifikasi Wewehan sebagai Upaya Pelestarian

Bagi sebagian masyarakat memandang hilangnya sumpil dan ketan abang ijo lambat laun pasti terjadi. Seperti sekarang ini saja sudah kita lihat, hanya beberapa masyarakat yang tetap memaknai Sumpil dan Ketan Abang Ijo sebagai pokok atau inti dari pelaksanaan wewehan. Selain itu, beberapa masyarakat meyakini bahwa langkah mempertahankan Sumpil dan jajanan tradisional lain sebagai upaya melestarikan jajanan tradisional tidak hanya mempertahankan tradisi wewehan. Sebab, jajanan tradisional kini keberadaannya telah digeser oleh beberapa makanan masa kini.

Modifikasi Tradisi Wewehan boleh saja dilakukan asalkan tradisi ini masih akan terus dilaksanakan sampai kapanpun. Yang terpenting adalah makna dari Wewehan yang tidak hanya tukar menukar jajanan saja. Karena sebenarnya Wewehan memiliki makna yang lebih mendalam ketimbang hanya saling bertukar makanan. Wewehan mengajarkan kepada kita budaya yang saling menghormati, juga mengajarkan kita untuk bershodaqoh.

Dengan langkah memodifikasi lebih modern, otomatis pelaksanaan Wewehan akan terus mengikuti perkembangan zaman. yang harus tetap diperhatikan adalah budaya atau makna yang terdapat dalam Wewehan tetap menjadi ajaran secara tidak langsung kepada generasi yang melaksanakan Wewehan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Yudha, Sasty Puspita. 2017. Filosofi Sumpil dalam Tradisi Wewehan Masyarakat Kaliwungu. Makalah Jelajah Budaya 2017. Kendal: Disdikbud

 

Basyid, Abdul. 2011. Ketuwin di Tengah Peralihan Budaya Masyarakat Kaliwungu dalam http://abdulbasyidkasela.blogspot.co.id/2011/01/ketuwen-di-tengah-peralihan-buda ya.html. Diakses pada 30 November 2017

Komentar